Lom Plai Suku Dayak Wehea
Masa panen padi telah dimulai. Diawali dengan ritual memanen padi pertama yang akan dijadikan emping (padi disangrai terlebih dahulu kemudian ditumbuk untuk dijadikan emping), pertanda musim panen telah datang.
Sebagai sebuah komunitas masyarakat hukum adat yang masih tersisa, masyarakat Suku Dayak Wehea masih setia untuk melestarikan tradisi dan adat istiadat warisan leluhur mereka, salah satunya adalah pesta panen padi yang dalam Bahasa Dayak Wehea disebut Lom Plai. Lom berarti Pesta dan Plai artinya Padi.
Ritual Lom Plai kaya bagi Suku Dayak Wehea sangat kaya makna serta mengandung pesan yang sangat kuat dari para leluhur mereka agar terus dilaksanakan dari generasi ke generasi hingga saat ini.
Lom Plai adalah sebuah ungkapan syukur dari masyarakat Dayak Wehea atas capaian hasil panen yang mereka peroleh dari musim tanam sebelumya sekaligus mendoakan agar musim panen berikutnya dapat memberikan hasil yang berlimpah.
Pada tahun 2018 ini, sesuai dengan kesepakatan bersama, Lembaga Adat Dayak Wehea di Desa Nehas Liah Bing (salah satu dari 6 desa komunitas Dayak Wehea) telah merilis jadwal pelaksanaan Pesta Panen Padi (Lom Plai) yang sedianya akan dimulai pada tanggal 21 Maret 2018 melalui Ritual pemukulan gong sebagai pertanda bahwa ritual pesta panen padi secara resmi telah dimulai sesuai tradisi yang berlangsung di Desa Nehas Liah Bing.
Adapun ringkasan ritual Lom Plai secara lengkap dapat dilihat pada table dibawah ini:
No | Tanggal | Ritual Adat | Keterangan |
1 | 21 Maret 2018 | Palu Gong | Pemukulan gong dan tewung (gendang panjang) pertama kali oleh para tetua adat yang diawali oleh seorang pemuda yang merupakan keturunan raja, sebagai pertanda bahwa ritual pesta panen (Lom Plai) telah dimulai |
2 | 22 Maret 2018 | Laq Pesyai | Pengambilan rotan dan buah pesyai (petete) pada bagian hulu kampung (beberapa tanjung dari pemukiman) yang telah disepakati bersama oleh para tetua adat.
Ritual tersebut juga laik disebut sebagai tamasya satu kampung karena semua warga terlibat dan mereka akan membuat pondok darurat di lokasi ritual serta memasak lemang sekaligus mencari rotan dan buah pesyai untuk dibawa pulang ke kampung. Pada sore hari, seluruh warga kecuali para orang tua dan anak-anak kecil akan pulang menggunakan rakit dan atraksi budaya yang menarik terjadi pada prosesi ini (saling siram dan dorong2an diatas rakit) hingga tiba di kampung. |
3 | 23 Maret 2018 | Pesyai Wet Min | Pada pagi hari warga pada bagian hulu kampung akan membentangkan tali rotan yang diambil sehari sebelumnya pada sepanjang sisi jalan kampung lalu dihiasi dengan buah pesyai dan aneka jenis hiasan lain, dapat berupa padi dan buah-buahan dan lainnya.
Pada sore hari, rotan yang dibentangkan tersebut akan dipindahkan ke tepi sungai pada bagian hilir ke hulu kampung; |
4 | 24 Maret 2018 | Pesyai Duq Min | Seperti sehari sebelumnya, giliran warga pada bagian hilir kampung yang melaksanakan ritual membentang tali rotan pada pagi hari dan sore hari dipindahkan ke tepi sungai menyambungkan tali rotan sebelumnya dari bagian tengah kampung kea rah hulu kampung. |
5 | 19 April 2018 | Naq Jengea | Adalah membuat pondok darurat di sepanjang tepi Sungai Wehea sebagai tempat istirahat bagi warga kampung serta pengunjung selama ritual puncak keesokan harinya.
Pada malam hari dilaksanakan atraksi budaya berupa tarian tumbambataq oleh warga kampung dan merupakan malam puncak yang dilangsungkan dengan sangat meriah. |
6 | 20 April 2018 | Mbob Jengea | Merupakan puncak perayaan Lom Plai dan selalu ditunggu-tunggu. Ritual tersebut terbagi menjadi 4 bagian ritual, yaitu:
1. Seksiang Merupakan ritual perang-perangan di Sungai Wehea oleh warga kampung laki-laki yang akan saling melemparkan tombak tiruan dari Weheang (sejenis rumput gajah yang tumbuh di tepi sungai) yang telah ditumpulkan dari hulu hingga ke hilir kampung. 2. Embos Min Bersamaan dengan ritual Seksiang, dilaksanakan ritual Embos Min, yaitu sebuah ritual pemulihan kampung yang dilaksanakan oleh para tetua adat perempuan dan pengunjung dilarang melintasi jalan yang dilalui selama ritual tersebut. Pada saat pelaksanaan ritual tersebut, warga dan pengunjung memadati tepi Sungai Wehea untuk menonton atraksi perang2an (Seksiang). 3. Peknai Pasca Seksiang dan Embos Min, tibalah saat untuk bergembira bersama dimana ritual siram-siraman dan coreng-corengan arang dilakukan dalam suasana gembira dan penuh sukacita. Makna dari ritual tersebut agar musim tanam berikutnya mendapatkan curah hujan yang cukup (siram2an) serta pembakaran ladang berlangsung sempurna (ditandai dengan arang hitam) dan siapapun yang disiram atau dicoreng arang tidak boleh marah atau tersinggung; 4. Hudoq Merupakan puncak dari keseluruhan Lom Plai dimana setelah ritual pada pagi hingga siang hari selesai, pada sore hari sekitar pk. 15.00 wita, dilaksanakn ritual Nluei Hudoq (doa dalam bentuk nyanyian) untuk memanggil dan memberi makan roh-roh hudoq yang berasal dari bawah tanah, atas air dan dari khayangan). Setelah Nluei Hudoq kemudian dilangsungkan dengan atraksi tarian hudoq serta tumbambataq dan njiak keleng oleh seluruh warga dalam balutan pakaian tradisional Suku Dayak Wehea |
7 | 22 April 2018 | Ngeldung | Adalah sebuah ritual pemulihan. Kampung akan terlihat sangat sepi karena semua warga akan berada di rumah (pada masa lalu biasanya mereka menunggu dibawah kolong rumah) untuk menunggu selesainya ritual tersebut.
Hanya diikuti oleh para perempuan, mulai dari anak-anak hingga orang tua. Mereka dalam kelompok bersar akan berjalan dari arah Eweang (rumah adat) dari hilir menuju ke bagian hulu kampung dengan jumlah hitungan tertentu dipimpin oleh tetua adat kemudian berakhir dengan tarian di depan Eweang serta pemasangan bahan/media tertentu pada bubungan rumah raja. Dalam tradisi Suku Dayak Wehea, Ngeldung sebagai sebuah ritual pemulihan yang purna dalam artian bahwa para peserta ritual sebelumnya tidak dapat mengikuti ritual pesta panen hingga puncak dalam Mbob Jengea karena adanya halangan-halangan dalam adat seperti adanya keluarga yang meninggal dunia, hamil dan melahirkan dan beberapa halangan lainnya. Ritual Ngeldung sangat jarang terekspose karena banyak orang hanya terkosentrasi pada ritual puncaknya. |
8 | 24 April 2018 | Embos Epaq Plai | Merupakan ritual penutup dari rangkaian panjang Lom Plai yang biasanya berlangsung 1 – 1.5 bulan.
Dilaksanakan pada sore hari (biasanya dimulai pada pk. 15.30 wita) dan sekaligus juga bermakna membuang segala yang tidak baik dan mendoakan agar warga diberikan kesehatan. Ritual diawali pada bagian hulu kampung dipimpin oleh tetua adat perempuan sambil melagukan doa dalam bentuk syair dan nyanyian dan pada tempat2 tertentu mereka akan berhenti hingga akhirnya tiba di bagian hilir kampung. Ritual tersebut sangat menarik untuk diikuti karena ada beberapa tradisi yang dapat disaksikan langsung dan masih tetap terjada dalam tradisi Suku Dayak Wehea. |
So, buat yang masih penasaran tentang Lom Plai, silakan kunjungi flores-borneo.blogspot.com dan dapatkan semua informasi tentang Pesta Panen dalam tradisi Suku Dayak Wehea.
Buat para traveler yang masih bingung bagaimana cara menuju ke Desa Nehas Liah Bing, dapat melakukan start di Balikpapan atau Tanjung Selor, Berau dan melakukan perjalanan darat dari kedua tempat tersebut.
Dari Balikpapan tersedia transportasi (biasanya Xenia / Avansa) bisa dijemput di bandara tergantung jumlah orang dan akan diantarkan langsung menuju ke Nehas Liah Bing, sementara dari Samarinda tersedia banyak kendaraan R-4 (Inova) sedangkan dari Tanjung Redeb Berau dengan kendaraan carteran (tidak ada regular) menggunakan Kijang Inova (untuk informasi biaya akan diupdate kemudian).
So, buat para traveler, silakan masukan Ritual Lom Plai Suku Dayak Wehea dalam bucket list perjalanan anda dan nikmati eksotisme dalam balutan Tradisi Suku Dayak Wehea di Bumi Borneo (cwd).
Selamat memasuki masa pesta panen padi keluarga besar Wehea.
Tks, mohon maaf web baru akses. Sekarang Lembaga Adat sedang mempersiapkan acara tsb.